Pendakian Gunung Raung - 6

Pos Pondok Angin 

Pos ini merupakan pos terakhir untuk menuju puncak. Disana terdapat dua pohon cemara ( yang seolah ) kembar berdiri tegak berdampingan. Memiliki lahan datar yang cukup luas, pemandangan disini adalah puncak Raung dengan tebing di sebelah kanan kita saat menghadap ke arah puncak, disebelah jurang yang menganga. Selain itu kita bisa melihat gunung Suket, gemerlapnya kota Bondowoso dan sekitarnya pada malam hari apabila beruntung mendapatkan cuaca yang cerah. Disekitar pos ini tumbuh cukup luas padang rumput. Apabila kita ingin bermalam sebelum ke puncak, Pos Pondok Angin ini merupakan tempat yang cocok untuk kita. Karena itu adalah lokasi yang ternyaman sebelum kita lepas
dari batas vegetasi.

Yang harus diperhatikan adalah, bahwa angin disana seringkali bertiup kencang, serta kabut kerap menghampiri kita. Kami berduapun sempat bermalam di pos ini menikmati suasana malam, meskipun tengah hari sudah sampai di lokasi.


Ketika tiba di pos Pondok Angin ini dan selesai membuat tenda serta masak untuk makan siang, sebenarnya kami ada rencana untuk muncak pada saat itu juga. Oia jo... waktu itu, di pos pondok angin, kami masak sop dan makan siang. Setelah mempersiapkan semua kebutuhan dan hal-hal yang kami anggap perlu, tidak sadar  ketika kabut tebal dengan cepat datang menghampiri kami. Pandangan kami seketika itu pun terhalang oleh tebalnya kabut putih yang terbang rendah itu. Tak lama kemudian hawa dingin mulai kami rasakan.


Tak lama kemudian rintikan air mulai meluncur dari langit. Segeralah kami membuat tempat penampungan air di kedua sisi belakang tenda kami yang terlindungi oleh flesit. Ternyata metode itu berjalan cukup baik, karena dalam waktu sekejap kami telah bisa mengisi kedua wadah air 5 literan  kami, juga botol-botol lain yang masih kosong. Dengan bak penampungan air yang hanya terbuat dari plastik besar dan ditopang oleh 4 tonggak kayu yang sengaja kami tancapkan disana, air hujan yang jatuh di atas tenda kami meluncur deras ke arah bak secara otomatis. Senang rasanya melihat pemandangan itu. Dan kami pun tertawa, "hehe.. sukses sukses... penuh, penuh, penuh..".


Air masih tetap deras meluncur ke kedua bak penampungan air kami. Hal itu dapat memberikan kami kepuasan tersendiri. Bayangkan, bisa buat mandi deh ;) kalau mau mandi... hehe, just kiding!! Kami terus mengamati kejadian itu sampai kami merasa lelah dan dingin.


Sampai sore hari kami tunggu kabut menipis, tapi tidak juga memberikan perubahan yang berarti, sampai akhirnya kami coba untuk menutup mata kami. Ya.. sejak pukul 17.00 an kami mulai kehilangan kesadaran. Tidur pulas selama 7 jam, ketika kami terbangun, di hanphone menunjukkan pukul 23.56. Tidak percaya segera saya cek di jam tangan, dan memang waktu menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu jauh.


Wah, nyenyak juga kami tertidur ;). Ketika terbangun tengah malam itu, kami telah mendapati cuaca yang benar-benar clear. Sangat cerah, bahkan bulan yang belum purnama pun tanpa ada penghalang awan bisa kami lihat dengan sangat jelas. Bukan hanya itu, dibawah sana kami dapat melihat ramainya, meriahnya lampu-lampu kota Bondowoso dan sekitarnya. Bagaikan bintang yang berpindah ke darat. Yang lebih bikin kami senang adalah, tidak terdengar angin yang menderu di sekitar puncak juga tenda kami. Padahal malam sebelumnya dengan jelas kami bisa mendengar angin menderu, meraung keras sepanjang malam.




Kemudian kami berbincang untuk menyusun rencana muncak. Kami sepakat untuk muncak pada pukul 4:00 pagi. Ya pagi-pagi. Setelah semua clear, segeralah kami masak malam itu. Selama tiga jam kami olah makanan juga minuman untuk makan kami selanjutnya. Rupanya malam itu kami makan besar lagi ;) hehe... nyam nyam nya...m


Selesai sudah kami makan "saur", kemudian kami bersihkan semua perabot. Gopex sesekali bilang, "Woi... baknya penuh kang, mandi mandi..." saya cuma tersenum dan menjawab, "ah.. kaki blewung", tak lama kemudian kami tertawa. Rupanya dia tahu juga maksud kalimat saya. Yah.. itu nama tokoh fiktif di kisah radio, "curanmor" nama ceritanya. Sebuah cerita yang disajikan khas ala Cilacap an dan bisa bikin orang yang mendengar dan mengikuti ceritanya dibikin ketawa berat ;)...

Baru saja kami bereskan perabotan dan bersiap-siap muncak dengan memakai sepatu kami, eh.. tiba-tiba sebuah "serangan" angin datang dengan kencangnya, di ikuti hawa dingin yang tentu saja lebih dingin dari yang kemarin siang menerpa kami. Kami   berdua pun terhenyak dibuatnya. Waduh... apa lagi ni? itu yang sempat saya ucapkan. Dan Gopex bilang, "kaya dulu yang Pos Plawangan  Gunung Slamet". Saya langsung merespon dengan " hehe...".

Jadi ingat sekitar tahun 1994 dulu. Waktu itu kami berdua pun mangkal selama 1 minggu di Gunung Slamet. Ketika itu kami sempet merasakan serangan badai di Pos Plawangan. Waktu itu jam 9 malam sampai mendekati subuh, jam 04 lebih, yang membuat kami susah untuk tertidur karena hembusan angin yang begitu kerasnya hingga membuat tenda kami seolah ada yang menendang atau memukul-mukulnya dari luar di sertai gemuruh yang hebat.

Kali ini-pun dengan personil yang sama, serta dalam tenda yang sama pula kami mendapat kunjungan badai lagi. Tapi saat di Pos Pondok Angin kami bisa tertidur, dan ketika bangun pukul 6 pagi, telah kami dapati suasana yang lebih cerah. Meski langit tidak terlalu cerah, tapi keheningan pagi itu memberikan kami rasa damai.

Tanpa banyak waktu, kami pakai kembali sepatu, melakukan pemanasan sekedar melemaskan otot tubuh kami, lalu segeralah kami langkahkan kaki menuju puncak dengan membawa daypack berisi makanan juga peralatan yang mungkin kami butuhkan.

Kami menyusuri jalan setapak yang membelah pohon-pohon khas dataran tinggi serta rumput setinggi paha yang masih basah oleh embun pagi. Entah berapa lama, akhirnya kami sampai juga di Memorial Deden Hidayat. Deden Hidayat sendiri konon adalah seorang pendaki Gunung Raung yang terjatuh kedalam kawah pada tahun 1993. Memorial itu seolah mengingatkan kami untuk berhati-hati ketika berada di sekitar puncak Gunung Raung. Sempat  berfoto disana untuk kenang-kenangan. Dari tempat Memorial itu, sudah tidak ada lagi tumbuhan. Yang tersaji hanyalah tanah yang merah serta batuan dan lahar dingin.




Selama melangkahkan kaki, kami empatkan untuk membuat dokumentasi, foto maupun video. Entah berapa waktu lamanya, akhirnya kami berdua sampai pula di puncaknya. Alhamdulillah. Terkagum saya melihat kawah yang begitu besar di puncak Gunung Raung. Serta tebing yang vertical dan tinggi di depan mata. "Sungguh membuat kita begitu kecil dengan pemandangan didepan mata."
 
Puncak

Puncak Gunung Raung adalah tempat yang indah dengan sajian pemandangan indah. Dari sana kita bisa melihat Semeru juga Gunung Agung di bali dan tentunya gunung-gunung di sekitar kawah Ijen. Puncaknya yangterdiri dari tebing-tebing tinggi serta karang yang tegar akan mampu memberikan kesan tersendiri bagi kita.


Kawah Gunung Raung adalah kawah terbesar di Pulau Jawa, dengan diameter mencapai 2 km. Selama di puncak, tidak banyak yang bisa kami lakukan, karena memang area di sana yang sempit untuk bisa berjalan-jalan. Hanya memandang, menikmati sajian alam di depan mata, sambil mendokumentasikan momen-momen kami disana. Bagaikan anak kecil, diatas sana tak henti-hentinya kami becanda yang membuat tawa kami meledak.

Ingin rasanya berlama-lama di puncak itu . Sayang kami tidak bisa disana terlalu lama, sebab saat itu kami melihat gelagat awan gelap menghampiri. Tentunya kami ga ingin sekali lagi tersiram hujan ataupun ada dalam gelap putihnya kabur Gunung Raung. Apalagi di daerah puncak. Tentunya bukan kata yang bijak untuk berlama-lama di sana.



Dengan berat hati kami meninggalkan puncak Gunung Raung. Dalam langkah kecil kami, sesekali kami menoleh ke batu-batu dan tebing puncak itu. Tebing dan batu yang kokoh, bertahan dalam diam dan dingin. Kami terus saja melangkah, sampai akhirnya bisa melihat atap flesit tenda kami di Pos Pondok Angin. Terasa lega walau separuh hati kami masih ingin ada di puncak itu. Tapi bagaimanapun kami harus tetap kembali ke tenda dan berkemas, membereskan semuanya serta melangkahkan kaki kembali menyusuri jalur Gunung Raung yang hening itu dimana sejak kemarin-kemarin kami lalui dengan kisah yang berbeda.

Setelah tenda dibongkar dan repacking sisa bawaan kami, siang itu kami lanjutkan sisa setengah perjalanan kami di Gunung Raung. Lama kami susuri jalan-jalan itu. Sesekali kami teringat apa yang telah kami alami di jalur itu sebelumnya. Suatu saat kami akhirnya bertemu dengan seorang pencari burung. Ya, pencari burung di hutan Gunung Raung, sempat pula saya ambil gambarnya saat sedang bercerita sambil sesekali kami ajak becanda. Terlihat kalau ia adalah seorang yang tangguh dan bersahabat.



Selain pencari burung itu, selama pendakian hingga turun gunung kami akhirnya ketemu pula dengan 4 orang pendaki dari jakarta. Hanya bercakap sebentar, berbagi informasi akhirnya kami lanjutkan perjalanan turun kami. Lagi-lagi hujan turun membasahi badan kami yang memaksa kami membangun selter sementara lagi. Dan tempat itu ternyata lokasi yang beberapa hari kemarin kami bermalam. Lokasi dimana kami membabat semak belukar.

Akhirnya kami bisa melanjutkan kembali perjalanan turun kami setelah hujan mereda. Hanya suara air yang kami dengar di lembah. Cukup deras suara itu jelas sekali kami dengar. Jalur kembali basah yang artinya kami harus lebih berhati-hati, sebab jalur menjadi lebih licin manakala melalui pohon yang tumbang ataupun akar yang melintang.

Alhasil, dengan tenaga yang masih tersisa tenaga sekitar pukul 17.00 petang, kami telah sampai di pos Pondok Motor. Itu membuat kami lega, meskipun hujan masih turun.  Sesaat kemudian kami bikin perlindungan... sampai akhirnya jemputan kami datang pada sejam kemudian.  Dan itu adalah Mas anang yang kemarin mengantar kami ke Pos Pondok Motor itu. Ternyata dia sempat merasa was-was atas pendakian kami yang cuma berdua apalagi hujan memang turun hampir tiap hari. Setelah kami bongkar tempat perlindungan kami, akhirnya mereka pun membawa kami ke basecamp. Sejam kemudian sampailah kami kembali di basecamp. ***

Catatan :


  1. Pendakian gunung memerlukan persiapan yang matang, termasuk peralatan, ijin, perencanaan dan juga faktor fisik.
  2. Sesusah apapun jalur yang kita hadapi, janganlah mengeluh. Nikmatilah semuanya apa adanya karena disitu ada satu nilai yang bisa memberikan kita kesan mendalam ketika berhasil melewatinya.
  3. Untuk pendakian di musim hujan umumnya membutuhkan persiapan fisik yang lebih baik dan peralatan yang bisa diandalkan.
  4. Sebagian album foto Raung bisa dilihat juga disini
  5. Untuk yang berniat ke Gunung Raung lewat Sumber Wringin, bisa coba menghubungi basecamp-nya di (0332)-321287 atau 321305
Pendakian Gunung Raung - 1 
Pendakian Gunung Raung - 2 

Posting Komentar

2 Komentar

  1. salam lestari, salam rimba!!!

    cerita yang lgkap n bagus bang, ga cuma catpernya aja yang bisa kita manfaatkan, tapi beberapa tips2 mnariknya berguna banget, hehe

    oia, rencana shabis idul fitri ini saya dan seorang teman berencana ke raung via bondowoso, berhubung kami berdua masih awam, so kalo tanpa guide sprti masnya apakah aman2 saja?

    yang kedua, itu perjalanan dr pondok motor ke pondok sumur kok makan wktu 2 hari? apa emang treknya panjang atau faktor lain? hehe

    minta pendapatnya mas, kalau misal start jam 12 siang dr pondok motor, karna kita target cuma 2 malam, untuk malam prtama apakah bisa ngecamp di atas pondok sumur(p. tonyok)? dengan catatan sebelum gelap sudah mendirikan tenda

    satu lagi, maaf agak crewet, hehe...
    stelah dari raung rencana kita langsung ke ijen, nah kira2 transportasi dr basecamp raung ke ijen ada gak?

    makasih,
    salam lestari....

    BalasHapus
  2. selamat ya utk perjalanannya..
    pastinya berjalan sesuai rencana

    BalasHapus

Silahkan meninggalkan jejak disini bro & sist :)