Mendaki Gunung : Dulu dan Sekarang

Yes Outdoor : Dunia pendakian gunung  beberapa tahun ini kembali menggeliat  mengingatkan pada masa-masa akhir 80-an dan awal tahun 90-an. Saat itu dengan segala keterbatasan sarana dan informasi, banyak kelompok pecinta alam tumbuh diberbagai tempat.

Dengan segala keterbatasan yang ada juga mereka mulai mempelajari berbagai ilmu yang berkaitan dengan kegiatan outdoor dari berbagai sumber. Bukan sekedar belajar teori didalam kelas, tetapi mereka juga mempraktekkan apa yang mereka pelajari di alam bebas. Dengan kata lain, selain belajar mereka juga mencoba untuk terjun langsung dan menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari.
Dulu kelompok mereka banyak. Setelah lebih dari 20 tahun... berkurang drastis :(

Dulu

  • Dulu naik gunung tuh kita bisa benar-benar merasakan lebatnya hutan, melihat burung dan monyet di pepohonan hutan.
  • Dulu dengan keterbatasan teknologi dan informasi, kita bisa berfoto bareng, minta kasih alamat, nunggu foto-foto dikirim. Gak lupa juga dengan menghitung film terpakai atau tersisa, hingga harus benar-benar bisa memanfaatkan kamera sebaik mungkin, hingga ada istilah "Jangan boros film" haha.. gak sekedar jangan boros air :)
  • Dulu kita bisa menikmati  dan merasakan lebatnya hutan-hutan. Katakanlah hutan gunung Slamet dulu dan 22 tahun kemudian, ternyata banyak berubah.
  • Dulu pernah terdampar dan kehabisan kendaraan (terminal lama, sekarang pom bensin) untuk pulang, sampai kemudian ketemu dua orang anggota pecinta alam di Wonosobo nang menawarkan rumah mereka untuk kami bermalam. Meski awalnya curiga, tapi kemudian kita tahu ketulusan mas Puji & Mamet :) I miss you all
  • Dulu pernah ke Galunggung dengan peralatan lengkap dan jalan kaki dari sore sampai pagi tanpa menemukan hutan, kecuali jalanan kampung dan tempat penambangan pasir dengan tatapan penuh tanya masyarakat yang kita lewati melihat tas besar dipunggung. Dan  ketika sampai di cipanas, ternyata sedang ada proyek untuk mengalirkan air dikawah. Alhasil kita semua ketawa :) dengan kekonyolan yang ada. Teman-teman memilih menuju kawah dengan menaiki kereta yang disebut dengan lift oleh pekerja proyeknya, saya memilih lari menyusuri pasir hitam & sampai duluan dibibir kawah mengalahkan lift-nya :))
  • Dulu sering banget ngebaca atlas, mencari gunung-gunung dan daerah terdekatnya untuk persiapan saat akan mendaki
  • Dulu masak pakai parafin adalah suatu nikmat, anugrah yang indah :) kemudian beralih ke kompor gas dengan selang hitam hampir 1 meter yang kadang kala suka bocor dan terbakar, terus... makin kesini makin banyak deh jenis, macem dan merknya
  • Dulu peralatan masih jarang, tapi masih ingat dengan satu merk lokal yang handal, Alpina :) dan alat masak yang legendaris sampai sekarang, nesting kotak 3 susun TNI
  • Dulu kebanyakan pendaki ngecamp dengan membangun bivak dari ponco :) meski kemudian saya beruntung bisa menggunakan tenda Wilderness dan Rhino
  • Dulu kecelakaan digunung jarang terjadi, mungkin karena para pendaki benar-benar mempersiapkannya dengan baik sampai detil terkecil, meskipun peralatan tidak secanggih sekarang
  • Dulu sampah gak seperti sekarang yang siap bersaing denga ketinggian puncak :)
  • Dulu gak ada sosial media, jadi gak berlaku foto narsis :) kecuali yang ada di album pribadi masing-masing atau di majalah dinding sekolah, kampus atau basecamp pecinta alam
  • Dulu.. akh.. banyak deh yang bisa dituliskan..

Sekarang

  • Sekarang banyak sekali orang-orang naik gunung, apalagi pada musim liburan yang membuat gunung menjadi lautan manusia. Lalu, bagaimana kita bisa menikmati alam jika yang ada adalah manusia dengan berbagai atribut dan peralatan keren mereka?
  • Sekarang banyak pendaki narsis yang naik gunung untuk menunjukkan eksistensi mereka. Neh, saya udah pernah kesini. Ini fotonya.. #jepret
  • Sekarang saat kita berpapasan atau bertemu dalam satu pendakian, tidak sekental dulu aroma kebersamaan yang ada. Mungkin ada yang gak sepakat, tapi ini adalah kenyataan yang bisa dirasakan :)
  • Sekarang seringkali terdengar berita kecelakaan di gunung, tersesat digunung, meninggal di gunung. Ada apa ini? Apakah ada yang gak beres? Mungkin iya, mungkin faktor manusianya. Atau faktor alamnya. Alam? Hmm.. mungkin itu faktor terakhir untuk dijadikan penyebab, jika kita bisa memahami karakter dan pengetahuan tentang pendakian gunung.
  • Sekarang, sampah menggunung dan berserakan di hutan dan gunung Indonesia. Ada kelompok yang peduli, seperti trashbag community, tidak hanya dari dalam negeri tapi orang asing-pun peduli dengan menurunkan sampah dari gunng kita. Duuh.. malunya..
  • Sekarang ini trend naik gunung katanya dipengaruhi oleh Efek Film 5 Cm, yang sayangnya sebagian menangkapnya dengan mentah-mentah, hingga menganggap kalau naik gunung itu semudah dalam film itu tanpa persiapan dan peralatan maupun perencanaan sesuai prosedur. Tapi itulah efek film, ada positif ada juga negatifnya.
  • Sekarang, saya mau mengucapkan : Mountain isn't a place for making one show & it's not a place like a playground. 
  • Sekarang naik gunung sudah jadi industri komersil dan sumber rejeki, contohnya adalah makin banyak saja open trip :)
  • Sekarang.. masih banyak lagi lainnya :) saya mau lanjut kerja dulu... hehe.. Oh ya.. jangan pada nyampah lagi digunung ya.. ini ada sedikit tips menyiasati sampah
Ini hanya sebuah curhatan, tapi yang dirasa tuh Dulu cenderung lebih berasa apa itu arti kebersamaan dan persahabatan yang dibentuk oleh kegiatan mendaki gunung

Posting Komentar

0 Komentar