Kisah Tak Terungkap Dibalik Pendakian Sindoro 2010

Yes Outdoor : Rombongan pendaki itu terus bertahan dalam badai yang menerjang mereka. Tiupan angin yang sangat kencang disertai hujan deras yang mengguyuh membuat semakain berasa seperti sedang ditimpuk batu pada sekujur tubuh mereka.

Hal itu membuat kelompok tersebut terpecah menjadi banyak bagian yang semua saling berusaha untuk bisa bertahan atau menyelamatkan diri dari badai tersebut. Semua terpecah, tersebar dalam area yang luas.

Sementara itu, ketika badai mereda meskipun kelompok tersebut dalam keadaan terpecah, tetapi mereka bisa segera membuat tempat perlindungan dengan mendirikan tenda-tenda untuk  bertahan dalam dinginnya udara yang sudah mulai beku ketika matahari mulai surut.

Diantara dua orang pendaki yang aktif melakukan checking seluruh crew pendakian adalah Lalo dan Hari yang memang mereka termasuk senior dan dipercaya untuk menahkodai seluruh pendaki pada pendakian tersebut.

Mereka berdua juga terlihat aktif mendistribusikan berbagai kebutuhan bagi para pendaki. Membawakannya ke tenda-tenda yang terletak berjauhan dengan sigap.

Kisah Tak Terungkap Dibalik Pendakian Sindoro 2010

"Trims mas Hari kompornya juga obat-obatan. Sangat membantu kami untuk bertahan hingga esok pagi". Makasih mas Lalo udah membawakan coklat dan gula. Jadi ngrepotin sampean". Banyak lagi ucapan ditujukan ke mereka berdua.

Dengan tenaga yang tersisa dan medan ekstrim naik turun ke berbagai lokasi dimana tenda didirikan, tentunya membuat mereka sangat lelah. Tapi masih bisa berfikir sehat. Lalo "Mas Hari, sebaiknya kita masak air dan bikin minum manis dan hangat biar tenaga pulih". Hari "Iya Lo.. setuju. Oke aku siapin alatnya, kamu yang nyiapin bahan-bahannya. Oh ya kita masak spageti juga ya, tapi jangan pakai daging!"

Lalo "Hahaha.. iya mas saya tahu. Sampean memang gak makan daging. Tapi harusnya cobain sepotong dua potong mas. Bias gak penasaran!" demikian ucapan Lalo yang sepertinya mengajak Hari untuk bercanda.

Tetapi Lalo sedikit terkejut dengan reaksi Hari "Gundulmu! Aku kan udah lama gak makan daging Lo? Makan mie ayam juga gak pake daging ayam kok!". Mendengar itu lalu hanya bisa menjawab "Iya mas Hari. Maaf". Sementara itu Hari hanya membalasnya dengan senyum bengis.

Tapi aktivitas mereka tetap berlanjut dan keduanya nampak akrab dengan aktivitas masak, makan, ngobrol banyak hal hingga tak terasa dingin semakin menusuk tulang dan malam semakin larut yang kemudian membuat mereka semua ngantuk dan tertidur.

Entah bagaimana dengan anggota lainnya, konon ada yang gak bisa tidur malam itu atau yang sakit karena tidak mampu bertahan dalam hawa dingin, meskipun berhasil diselamatkan oleh rekan pendakiannya.

Kembali ke tenda Lalo dan Hari. Tenta merah yang didirikan disamping batu besar tersebut nampak lengang tak ada aktivitas. Hanya cahaya redup dan semakin redup yang menandakan ada kehidupan didalamnya.

Tanpa mereka sadari, ada segumpalan awan masuk ke tenda itu. Tentunya bukan kabut. Tanpa ada yang menyadari keadaan itu, kedua orang dalam tenda tetap terlelap. Sementara, asap tersebut hilang dalam tenda setelah masuk mengikuti aliran nafas Hari. Ya cuma Hari. Sesuatu yang ganjil memang, karena bagaimana mungkin asap yang baunya seperti dut dut pret itu tidak tercium oleh keduanya. Meski Lalo terlihat sedikit gelisah malam itu tapi mereka tersadar saat hari telah beranjak pagi.

Gak ada yang aneh dengan kejadian pagi itu, begitu juga dengan seluruh crew pendakian. Checking dan komunikasi segera dilakukan hingga akhirnya semua dinyatakan oke. Ada kesepahaman bersama, bahwa semua tim akan berkumpul di puncak.

Benar juga setelah menunggu waktu beberapa jam, akhirnya semuanya telah ada di puncak. Disambut dengan harum aroma sayur sop dan kopi serta bermacam makanan ringan menyambut kelompok terakhir yang sampai.

Selama beberapa waktu mereka berada di puncak Sindoro, membenahi bekal dan juga peralatan yang ada. Makan bareng dan tentunya tidak ketinggalan sesi foto bareng. Kompak bener ya mereka itu?

Setelah cukup lama, dan waktunya turun telah  tiba, segera semua kembali melanjutkan perjalanan menyusuri setapak. Langkah demi langkah mereka tapaki. Berbagai rintangan dan tingkat kesulitan medan yang bervariasi bisa dilalui sampai ketika tiba-tiba hujan kembali turun.

Kondisi fisik dan pengalaman yang tidak merat membuat semua kembali buyar. Meskipun ada yang mau menjadi sweeper untuk tetap berdiri disposisi paling akhir, tapi kekacauan dan jarak antar pendaki terdepan dan lainnya tidaklah sama.

Banyak sekali terjadi perang urat syaraf dan juga fikiran yang bergerak liar. Entah apa yang ada dalam angan-angan mereka.

Sementara sebagian anggota tim telah sampai dibawah dan anggota yang lainnya baru mau menuju jalan berbatu menuju kampung, tapi ada juga yang masih terjebak dalam hutan.

Hari dan Lalo adalah salah satu orang yang sudah sampai di jalan berbatu menuju kampung yang akhirnya berhasil mencapai basecamp disusul yang lainnya. Tapi dalam rombongan terakhir dengan pergerakan paling pelan, masih berada didalam hutan dengan keadaan perut kosong karena perbekalan yang sudah habis.

Sempat terjadi percekcokan diantara mereka oleh hal-hal yang sepele yang membuat suasana menjadi semakin tegang. Tapi dengan penuh kesabaran yang ditopang oleh sisa tenaga, akhirnya mereka sampai juga di desa terakhir meskipun hari telah berganti pagi. Sebuah perjalanan panjang.

Siang itu semua melakukan review dan mengambil kesimpulan tentang apa yang baru saja mereka alami. Akhirnya sesuai kesepakatan, rombongan kembali siang itu dengan mobil carteran yang memang telah dipesan sebelum berangkat.

Dalam perjalanan tersebut, mulailah terjadi gelagat aneh dari Hari. Jika jeli mengamatinya, laki-laki tinggi besar itu terlihat gelisah. Gerak badannya menunjukkan ada sesuatu yang sedang terjadi. Cuma keadaan sajalah yang membuatnya terus berdiri dan berusaha melawan pergerakan dalam dirinya.

Ada semacam emosi yang ingin keluar dari dalam diri Hari. Terlebih jika dia menatap Lalo. Entah kenapa bisa begitu. Semua tak ada yang tahu. Sesekali Lalo menatap Hari, tapi kelihatannya dia merasakan ketakutan yang amat dalam, saat melihat muka Hari seperti mengobarkan amarah padanya.

Dalam kegelisahan tersebut, Lalo mencoba menundukkan kepala dan gak berani melihat sekitar, apalagi menatap wajah Hari. Tak seorangpun menyadari itu.

Sementara dari belakang, keringat nampak terlihat bercucuran dengan derasnya dari tubuh Hari. Benar-benar sesuatu yang tidak biasanya, tapi lagi-lagi tak seorangpun menyadari perubahan itu. Padahal nafasnya-pun telah terlihat tidak beraturan.

"Ada apa ini? Apa yang terjadi pada diriku ini? Betapa kuatnya dorongan emosi yang tak bisa ku tahan dan semakin kuat.. kuat.. dan kuat" . Demikianlah pergulatan fikiran yang menguras kekuatan fisiknya.

"Ya ampun.. sebenarnya apa yang tengah terjadi ini? Aku tak sanggup lagi menahannya!". Sesaat kemudian terdengarlah teriakan keras yang membuat semua orang terkejut dan terbangun dari tidurnya "hhhoooooaaarrrggghhh..." sambil mengeluarkan semburan maha dahsyat yang dialamatkan ke Lalo.

Tanpa menyadarinya, Lalo hanya termangu mengamati apa yang  baru saja terjadi. Sementara Hari kembali merancu sambil berkata "Kubalas apa yang telah kau lakukan padaku dulu!!".

Oh ternyata dari kisah yang ada sebelumnya, jiwa Hari kecil menyimpan dendam pada mbah Mondol yang menitis pada sosok Lalo. Rupanya mereka berdua memang seperti ditakdirkan untuk tidak berjauhan.

Hmm.. jam berapa ini? Alamak.. dah siang rupanya.


Posting Komentar

4 Komentar

  1. senyum kok bengis sih harusnya kan manis dan manja

    BalasHapus
  2. ASLI YANG NULIS MULAI OLENG NIH. HAHAHAHA KOCAK!!!!! KIRAIN CATPER SERIUS GAK TAUNYA HAHAHAHA OLENG

    BalasHapus
  3. MAS bloggerNYA wartawan majalah horor atau miteri ya. masa ada artikel beginian. Suweeeee... ketipu

    BalasHapus
  4. Jo terusna gawe tulisan sing anehlah. Tambah kretif bae kowe Jo kapan mampir Yogya tak wei kaos kiye. badan mudik ra wingi

    BalasHapus

Silahkan meninggalkan jejak disini bro & sist :)