Semalam Di Gunung Kapur. Penuh Cerita & Perjuangan!

Yes Outdoor : Pertama mendengarnya adalah hampir setahun lalu di suatu malam bulan April dari sebuah telpon iseng pada kang Luthfi. Saat itu dengan pede dan meyakinkan menelponnya dengan menyebutkan nama Mang Udin ketika ditanya :)

Entah angin darimana dia langsung menyebut, "Oh Mang Udin Gunung Batu, Ciampea tea?" wkkk..

Dari sanalah cerita ini dimulai. Sebuah kunjungan ssingkat satu hari, menikmati malam minggu hingga minggu siang di gunung Kapur Ciampea. Sebenarnya lebih tepat disebut sebagai bukit kapur Ciampea, karena memang itu adalah sebuah bukit dengan tebing kapur yang terlihat kokoh ketika kita berada disekitar pasar Ciampea.
Landscape view dari puncak gunung kapur
Untuk menuju lokasi ini, bisa dilalui melalui kampus IPB menuju pertigaan Cikampak, ataupun dari Parung menuju Ciampea melalui Ciseeng dan Bantar Kambing dilanjutkan menuju Cikampak melalui pasa Ciampea.

Konon gunung kapur  dahulunya merupakan dasar laut yang terbentuk sekitar 100 juta tahun yang lalu dan karena proses geologi, akhirnya terangkatlah ke permukaan dan jadilah bukit/gunung kapur yang sekarang ini dikenal.
Model batuan seperti ini biasa dijumpai didasar laut
Ketika kita mengunjungi lokasi ini, gunung Kapur memiliki lokasi yang luas ditanami pohon jati yang terlihat masih muda. Ketika kita melakukan pendakian kesana, kita bisa melalui jalan disamping lapang bola sekitar tempat pemakaman.
Kawanan monyet penghuni gunung Kapur
Kemarin kita ngecamp dilapangan sana dengan pertimbangan banyaknya personil dan juga tenda yang dibawa hingga sekitar sepuluhan tenda. Meski malam  minggu kemarin dilokasi sempat diguyur hujan dan petir, tapi kita berhasil juga membuat api unggun dengan perjuangan keras :)

Sebuah rongga di puncak gunung Kapur (waktu masih didasar laut, sepertinya asik nih menyelam didalamnya :)
Dengan adanya api unggun tersebut, suasana semakin hangat dan kami semua berkumpul malam itu disekitar api, meskipun tidak bisa dudun karena pijakan yang basah dan berlumpur.

Pendakian
Pendakian menuju puncak gunung kapur kami lakukan pagi hari dengan membayar retribusi dua ribu rupiah, ke petugas dari masyarakat sekitar disebuah pos yang juga merupakan warung dan tempat parkir sederhana. Cukup dan sangat murah memang.

Meniti tebing menuju puncak gunung Kapur
Perjalanan kembali dilakukan meniti jalur yang telah ada. Meskipun sebenarnya tidak butuh waktu lama untuk mencapai puncanya, tapi kita harus ekstra waspada mengingat batuan kapur yang licin akibat hujan semalam bercampur dengan lumpur.

Harus lebih ekstra hati-hati karena disana tidak ada pengaman dari weebing apalagi pagar lintasan dari besi. Hanya mengandalkan batuan kapur yang menyembul atau pokok pohon yang ada disepanjang jalur.

Sekitar 20 menit sampailah ditempat tujuan kami. Dari sana terhampar pemandangan gunung Salak dan Gede Pangrango. Kedua gunung yang punya cerita tersendiri ketika beberapa kali mendakinya.

Sampah, Vandalisme & Monyet 
Sudah jadi hal lumrah sepertinya jika setiap tempat yang jadi tujuan orang-orang kita, akan selalu bersahabat dengan sampah. Ups.. maksudnya bersahabat adalah banyak sampah-sampah berserakan. Menyedihkan yah? Kapan tingkat kesadaran untuk tidak nyampah itu meningkat?

Disepanjang perjalanan, pagi itu banyak ditemui anak-anak kecil hingga remaja, dewasa dan bahkan orang tua bersama keluarga mereka. Dalam hati saya berfikir, "sudah terkenal juga nih gunung Kapur!"
Lupakan sampah! Ups.. gak bisa. Jika harus melupakan sampah, maka harus ke kantor  kelurahan untuk minta surat keterangan tidak mampu! Karena aku tidak mampu melupakan sampah yang banyak berceceran!
Selain sampah, yang bisa kita jumpai dan sangat disayangkan adalah prilaku pengunjung yang tidak nature friendly, yaitu berupa aksi Vandalisme! Ini selain merusak keaslian alam, juga mengganggu pemandangan!

Adakah rombongan lain selain kami dipuncak gunung kapur? Jawabnya adalah ADA! Ada rombongan manusia, ada juga sekawanan monyet yang dengan lincahnya bermain dibatu karang dan juga pohon perdu disekitar puncak.
Sebagian anggota tim dari KPGBS Reg. Jabodebek

Semoga mereka tidak terusik, sehingga akan tetap lestari dan bahagia dikawasan gunung kapur. Bisa mendapatkan makanan. Syukur itu adalah makanan  yang disediakan oleh alam.

Oh ya sebatas info nih!
Sepertinya kita akan sering melihat asap hitam disekitar gunung kapur, karena disana ada tambang kapur sebagai bahan bangunan.
Beginilah polusi udara yang terlihat dari puncak gunung Kapur
Sayang sekali memang, pagi yang indah harus diselimuti oleh asap hitam dari aktivitas manusia yang meng-eksploitasi kandungan mineral gunung kapur.

Posting Komentar

0 Komentar