Surat Untuk Sahabat, Adik-ku

Surat Untuk Sahabat.. Adik-ku..

Salam untuk-mu disana.
Aku percaya, meski terpisah dalam dimensi yang berbeda, engkau masih bisa merasakan, melihat, mengetahui. Lama sudah kisah itu berlalu. Sepuluh tahun lebih  dan sampai detik ini tidak bisa kulupakan dirimu. Masih kuingat saat-saat bersama-mu dulu. Banyak sekali kenangan dan jalan yang kita lalui. Waktu memang terus berputar tanpa bisa kita tahan.


Untuk-mu disana, kuyakin engkau-pun masih menyimpan kenangan itu. Saat kita lalui hari-hari, saat kita susuri jalan-jalan setapak, hutan pinus, sungai, bukit-bukit dan banyak cerita yang harusnya bisa kita tuliskan. 



Kumasih  ingat, tangis-mu menahan sakit saat harus berjalan dan dipaksakan dalam sebuah lomba napak tilas yang menghabiskan waktu beberapa hari dulu. Aku-pun masih ingat saat kau menemani-ku mengawal anak-anak Iksa yang sekaligus menjadi awal bagi mereka bisa menjejakkan kaki dan bendera mereka di puncak Slamet. Dengan kawan-kawan kita pernah lewati gunung-gunung, menyusuri setapak, diterjang badai dan hujan. 

Banyak untuk disebutkan. Lawu. Satu kisah tak terlupakan bersama-mu. Masih jelas teringat pula ketika kita berdua evakuasi korban kecelakaan lalin dimalam sebelum berangkat ke puncak Slamet. Saat itu, kita baru selesai menyantap Soto Gombong. Ternyata dia adik kelas kita di smanda :(.

Kapan terakhir kita ketemu ya? hm.. mungkin september tahun 1999 dulu? Aku ga tahu pasti waktunya. Yang pasti engkau minta aku menemani-mu, bersama-mu untuk kembali menjejakkan kaki ke puncak Slamet dalam menutup akhir tahun 1999 dan menyambut tahun 2000 dulu. Aku gak tahu kenapa kau begitu inginkan itu? Yang jelas, waktu itu.. sore itu sehabis materi agas di sekolah. Kau berikan aku syal-mu. Seolah ingin kau ikat aku untuk menemani-mu kesana.

Itulah, saat terakhir aku melihat-mu. Dengan gaya khas-mu, canda-mu juga senyum dan tawamu. Waktu dan bulan terus berganti sampai saat yang ditentukan-pun tiba. Sayang aku begitu sibuk dengan hidup dan kegiatan-ku di Bandung. Sampai tak sempat ku pulang menjemput-mu. Meniti planing mendaki ke puncak Slamet.

Tahukan kamu? Aku begitu terkejut saat beberapa minggu kemudian ku kembali, dengan maksud menemui-mu? Hanya kalimat lirih yang keluar dari teman-mu, "Paijo". "Baron wis almarhum mas! ". Dengan rasa tak percaya, kuulangi lagi pertanyaan-ku tentang-mu padanya. Tapi hanya jawaban itu yang kuterima. Kau tahu seperti apa yang kurasa dalam hatiku? Sedih, getir, hingga tangis, air mata pun tak sanggup ku tahan. Rasa bersalah seolah tak cukup untuk-ku menerima kenyataan itu. Kenapa dulu aku tak memiliki cukup waktu untuk mendaki bersama-mu ya? Bagaimana-pun kau telah pergi kesana... tepat 1 Januari 2000 siang itu.

Pikiran-ku kalut, rasa bersalah selalu menghantui. Bahkan saat beberapa kali kulihat sosok-mu begitu dekat dimata dan kucoba mengajak-mu bicara, tak satu-pun kata yang terucap dari-mu. Membuat-ku sadar dan terbangun dari mimpi dengan keringat membasahi tubuh-ku.

Sobat... adik-ku, Baron....  tak ada yang bisa kupersembahkan untuk-mu disana. Selain do'a semoga engkau tenang di alam-mu sekarang. Semoga kau peroleh dimensi yang penuh cahaya. Disisi Nya. Kelak apabila kutapak-kan kaki-ku lagi di puncak Slamet... kupersembahkan itu untuk-mu.


Amin.


Aku, Heru

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Surat untuk gue ada kagak bang? Hehe ;)

    BalasHapus
  2. forester.. sekarang uda ga jamannya surat kali ya bang.. dah main sms, email, chating atau bbm juga.. :) piss lam kenal aja dah

    BalasHapus

Silahkan meninggalkan jejak disini bro & sist :)